Kamichama Karin
Author : Kartika Himeka
Pairing : Karin~Kazune
Aku tertunduk. Menatap batu nisan dengan ukiran halus bertuliskan nama Hanazono Karin disana. Aku merasa sebilah pisau tajam tertanam di jantungku. Menjadikan jantungku sebagai pusat rasa sakit. Aku menanggis, kristal bening menetes dari mataku, membasahi pipiku yang pucat. Aku mengusap batu nisan itu tersenyum walaupun senyum itu sulit untuk aku lakukan.
"Karin," ucapku pelan. Angin dingin menghembus surai rambut blondeku. Aku mengusap batu dingin itu, berusaha mencoba untuk membayangkan wajah sosok yang terkubur dalam tanah ini. Aku menanggis. Memori itu berputar di kepalaku. Aku nyaris terjatuh, namun segera kutahan tubuhku dengan kedua tanganku.
Aku menatap nisan itu. Meratapi kepergiannya yang baru saja. Padahal aku baru merasakan bertemu dengannya kemarin. Aku menatap batu nisan itu dengan senyum pahit. Membiarkannya pergi tanpa ekspresi apapun untukku seperti tidak ada hal yang terjadi membuatku merasa janggal. Aku berlatih untuk membiarkan dirinya tenang disana saat aku melakukan apapun. Tapi itu rasanya janggal! Selalu ada yang kurang jika aku berusaha seperti itu!
"Karin!" aku berteriak tertahan. Andaikan saat kejadian itu aku berada disana, mungkin itu tak akan terjadi. Aku menangis lagi. Bodoh! Aku memang bodoh!
GLEGAR!—petir bergemuruh.
Aku mendongak menatap langit. Awan kumulus kini telah memenuhi langit. Aku segera berjalan ke sebuah pondok yang berada di dekat kuburan. Pondok kecil yang digunakan beberapa orang untuk beristirahat seusai mengunjungi makam. Aku segera masuk ke dalam pondok itu.
Aku menatap sekeliling ruangan pondok yang cukup luas itu. Ruangan sederhana dengan warna tembok cream dan putih yang berpadu. Kaca transparan yang memberikanku pemandangan pemakaman saat hujan.
GLEGAR!—petir menyambar-nyambar.
Aku menatap langit melalui kaca. Hujan kian deras di sertai dengan angin yang kencang. Aku menatap langit hampa. Aku teringat satu hal. Pemakaman Karin baru saja di adakan pagi ini. Aku segera berjalan menuju meja paling depan. Aku segera mengambil sebuah foto yang terbingkai dengan bingkai foto berwarna coklat muda. Ada karangan bunga kecil berada di foto itu. Aku menatap foto itu sendu.
Selama pemakaman Karin, aku berlatih menanggis dalam diam sambil tersenyum. Tapi, kurasa suaraku menjadi gemetar saat ingin berbicara serasa akan kehilangan sesuatu secara paksa. Aku menatap foto itu sendu, mengusap foto itu perlahan, membayangkan jika sosok itu berada di depanku.
"Kuharap waktu berputar," bisikku pelan sambil menatap foto itu dengan penuh harapan. Mengharapkan aku bisa mencegah kejadian yang menimpa Karin. Bodoh! Itu hanya hal yang merupakan mimpi belaka!
GREK! GREK! GREK!—sesuatu benda berputar.
Tapi, entah apa yang berputar. Aku tak perduli. Aku masih fokus memperhatikan foto yang tengah ku dekap sekarang. Aku menanggis, segera kuusap air mataku.
Aku menyukai Karin sejak pertama mengenalnya. Dan perasaan itu berubah menjadi cinta. Aku sangat mencintainya. Mencintainya mungkin lebih ratusan atau ribuan kali cintaku kunyatakan padanya. Aku tak rela ia pergi seperti ini. Aku mencintainya dan berencana memberikannya kejutan.
Tapi, kenapa hal ini terjadi? Aku terlalu mencintainya. Putus darinya kurasa sangat sulit. Memang sangat sulit aku putus darinya. Tapi, kenapa segala hal kini tejadi mendadak?
Aku menarik napas. Berharap waktu beputar. Memberikanku waktu beberapa hari untuk mengubah segala hal. Aku ingin bersamanya. Tapi, karena aku yang bodoh ini, aku tak bisa hidup jika tidak denganmu. Ya, aku bodoh karena terlalu mencintaimu. Aku menatap foto itu, kuusap pelan foto itu.
"Kau ingin aku melakukan apa?" tanyaku.
Bodoh! Kau bodoh Kazune! Ia tak mungkin menjawab. Kau memang bodoh Kazune Kujyou! Aku menarik napas panjang. Air mataku kembali membasahi pipiku. Aku memeluk foto itu erat. Berusaha membayangkan sosok di depanku adalah Karin.
GREK! GREK! GREK!—sesuatu benda berputar.
Tapi, entah benda macam apa yang berputar. Aku tak perduli. Aku terlalu ingin berharap waktu berputar mendengar permintaanku dan memberikanku kesempatan untuk mengubah segala hal.
Aku segera berdiri dan berjalan menuju meja paling depan. Kuletakan foto itu di atas meja. Aku menarik napas panjang. Aku mengusap foto itu dan tersenyum kecil. 'Parah. Aku mencintaimu begitu parah Karin,' batinku sambil mengusap foto itu. Aku mengelus permukaan foto itu untuk terakhir kali. Setelah itu, aku berjalan berbalik.
‘Aku mencoba mencari dirimu Karin. Tapi, kurasa itu hanya impian belaka. Aku tak tahu kapan ini akan berhenti, bodoh! Memang aku bodoh! Sampai kapan aku bisa menemukannya! Dia itu sudah pergi! Tidak mungkin aku menemukannya lagi!’ pikirku. Kini aku menangis, menangis memikirkan hal yang tidak ada gunanya. Aku mengusap dadaku. Mencoba menarik napas panjang. Dadaku rasanya sesak sekali sekarang.
Aku menengok keluar. Hujan kini telah reda. Aku segera berjalan keluar. Kudorong pintu gubuk itu pelan. Aku segera berjalan keluar gubuk. Entah kenapa, aku teringat dengan batu nisan Karin. Aku ingin menangis. Segera kutahan tangisku. Aku berjalan mempercepat langkah.
BRAK!—aku menabrak seseorang.
Aku mendongak, mencoba menatap sosok itu karena wajahku sedikit kutundukkan. Iris shappierku membulat melihat sosok itu—Hanazono Karin. Aku segera memeluknya. Karin terlihat terkejut dengan tingkahku.
"Kau baik-baik saja Kazune? Hei kau kenapa?" tanyanya.
Lidahku kelu. Rasanya bibirku ini terkunci dan membeku. Entah apa yang terjadi. Tapi, kuharap ini bukan ilusi yang sedang kupikirkan.
Aku memeluk Karin. Merengkuh tubuh itu ke dalam pelukanku. Karin tersentak, ia berusaha untuk melepaskan dirinya dari pelukanku. Karin menatapku sambil menggembungkan kedua pipinya. Aku tersenyum, kucubit pipinya.
"Kau kenapa ?" tanyanya.
"Hahaha! Ini bukan mimpi!" seruku.
Aku tersenyum lembut, kembali merengkuh tubuh itu dalam pelukanku. Karin menatapku heran, tapi segera ia memelukku. 'Arigatou, kau kembalikan waktu, aku bisa mengubahnya.'
Aku dan karin berjalan bersama melewati trotoar yang sepi. Aku mengambil ponsel yang tadi kuletakkan di saku celanaku. Aku melihat tanggal hari ini. ‘13 maret 20XX’. Masih ada waktu 7 hari lagi. 'Jadi, waktu benar-benar berputar kembali,' batinku.
"Kazune?" panggil Karin.
Aku menoleh ke arahnya. "Ah! Ne?" tanyaku kaget.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya. Aku tersenyum kecil dan menganggukan kepalaku perlahan. Aku terlalu mencintainya. Cinta yang terlalu parah. Tak tega melihatnya pergi seperti itu. Parah! Aku memang parah! Parah, aku mencintaimu terlalu parah Karin.
Aku mendongak, menatap langit berwarna biru dengan gumpalan awan putih yang bergerak pelahan. Aku menghela napas panjang, kuarahkan pandanganku menatatap seorang gadis yang asyik bermain dengan ponselnya. Aku tersenyum. Beberapa ingatan berputar seketika dalam otakku. Ingatan berwarna hitam yang mengingatkanku tentang kecelakaan tragis untuk Karin. Tragis. Kecelakaan itu sungguh tragis.
Bagiku, kecelakaan itu tak membuat Karin meninggal, melainkan membuat Karin pergi. Pergi menjauh dariku, memberikan ruang yang jauh dan lama. Sakit. Dadaku terasa sakit mengingat kejadian itu. Tragis sekali. Tampaknya aku akan menjadi orang yang bodoh jika membiarkanmu pergi . 'Aku berjanji. Di kesempatan kali ini, aku akan mengubah semuanya.' batinku.
Karin menatap ke arahku, ia memainkan ponsel yang berada di tangannya. sebelah alisnya dinaikkan.
"Kau baik-baik saja?" tanya nya cemas. Nada suara yang cemas terdengar jelas ditelingaku. Aku menenggok menatapnya. Kuberikan sebuah senyum yang pasti dan anggukan pelan. Karin tersenyum dan mendongak menatap langit.
"Syukurlah," ucapnya pelan.
Aku tersenyum, mendongak menatap langit. DEG!—sebuah pikiran aneh menghantui pikiranku. Aku menyentuh dadaku bagian kanan, ada sedikit debaran sakit disini. Aku menurunkan pandanganku menatap mantel berwarna hitam yang melekat pada tubuhku. Kutatap kertas koran lusuh yang dulu kusobek.
'Pengendara Ngantuk Menewaskan Seorang Gadis' begitu judul artikel itu. Aku menatap kertas itu sedikit haru. Aku menarik napas panjang. Dadaku merasa semakin sakit, ingatan berwarna hitam berputar di kepalaku. Aku meremas mantelku di dada bagain kanan. 'Walaupun sakit. Aku akan mengubahnya. Hari demi hari akan kulalui.' Batinku.
Aku berlari menelusuri trotoar. Malam ini cukup sepi. Tak begitu banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalanan. Aku mempercepat langkahku. Aku teringat dengan tanggal ini. Di malam tanggal 14 maret, Karin mengalami kecelakaan ringan karena di serempet oleh mobil. Aku berlari perlahan.
Saat sampai di perempatan. Lampu untuk para pejalan kaki berubah menjadi hijau. Kulihat Karin bersiap untuk menyebrang. Aku melihat dari arah barat. Sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Baru Karin ingin melangkah aku langsung mendekapnya dari belakang. Dia terkejut dan menoleh ke arahku.
Sejenak, ia menoleh ke arah jalanan. Mobil yang melaju cepat itu sudah melewati kami. Karin membuka matanya kaget. Ia menatapku lembut. Segera ia mendekap tubuhku balik.
"Arigatou," ucapnya. Aku tersenyum pelan menjawab ucapan Karin. Segera kuusap rambut brunette Karin dengan lembut.
"Hati-hati lagi ne?" ucapku. Karin tersenyum ia menepuk pipiku perlahan dan tertawa. Aku tersenyum kecil. Ia menatapku.
"Kau seperti peramal, bisa menebak apa yang akan terjadi," ucapnya.
Aku terkejut. 'Apa ia menyadarinya?' batinku. Aku menggeleng perlahan. Karin tertawa kecil. Ia segera mencubit pipiku. Aku segera mengikutinya tertawa. Berusaha membuat kejadian ini tak canggung baginya.
"Aku bercanda," katanya.
"Aku tahu!" seruku .
Aku menarik napas. Merasakan sesuatu ketenangan. 'Ia hanya bercanda,' batinku. Aku menoleh ke arah Karin dan tersenyum lembut. Aku mengusap rambut Karin dengan lembut. Karin tersenyum. 'Aku merasakan menjalani hari-hari ini seperti biasa tapi sulit. Apa pun yang terjadi. Aku sulit melupakanmu Karin.'
Karin tersenyum lembut. Ia menuangkan jus jeruk pada 2 cangkir yang terdapat dimeja. Aku menenggok ke segala arah ruangan ini. Aku melihat sebuah koran lusuh yang pernah kusobek yang sekarang kupegang ditanganku. '20 maret 20XX’. Begitulah tulisan yang tertera di kertas lusuh yang sekarang ku pegang. Rasanya aku ingin menangis. Dengan melihat kertas yang sekarang kupegang ini, aku jadi teringat kejadian yang menimpa karin.
"Kazune?" panggil Karin.
"Ah! Ne?" tanyaku kaget.
"Kau kenapa? Matamu berkaca-kaca, apakah kau menangis?” tanyanya sedikit khawatir.
Aku tersenyum. Menunjukan senyum terbaikku pda Karin. Karin tersenyum. Aku segera menghapus air mataku. "tidak kok aku hanya mengantuk" ucapku.
Karin tersenyum. Ia menyodorkan cangkir putih yang sudah berisi jus jeruk. Aku segera mengambil sesendok gula dan kumasukan pada jus jeruk karin. Karin tersenyum melihatku. Aku segera meminum minumanku.
"Pft! Week! Asam!" seruku sambil menahan agar minumanku tak menyembur.
Karin tertawa ringan. Ia segera menyendokkan gula pada jus jerukku. Ia menatapku dengan lembut. "Kau ini ceroboh sekali, Kazune!"
Kami berjalan bersama mengelilingi sebuah toko buah tangan yang berada tak jauh. Karin mengitari tempat yang berisikan dengan berbagai macam model bando. Aku meninggalkan Karin sejenak. Berusaha menenggok ke arah meja yang berjejer berbagai arloji dan beberapa liontin. Aku tersenyum, melihat sebuah arloji dengan bentuk lingkaran dengan pelapis berwarna silver.
Aku tersenyum, segera aku menyentuh liontin itu. Jari-jariku merasakan ukiran-ukiran lembut yang berbentuk seperti lingkaran dan bintang di permukaan liontin itu. Segera kuangkat liontin itu, mencoba mengamatinya lebih dekat. 'Ini kelihatan tak asing,' batinku.
"Kazune," panggil Karin.
"Ah! Ne?" tanyaku kaget. Segera kuletakan liontin itu pada posisinya semula. Aku segera berbalik dan kusembunyikan tanganku di belakang jaketku. Karin menatapku dengan sebelah alis yang terangkat.
"Kau mau arloji itu?" tanyanya.
"Ah! Iie! Aku tak mau arloji itu," jawabku sambil menggelengkan kepala cepat. Karin hanya membulatkan bibirnya. Iris emerald itu menatapku dengan tatapan tak yakin. Karin menarik napas panjang. Ia menatapku dengan senyum manisnya.
"Baiklah. Ayo kita lihat beberapa tas. Aku ingin membeli tas," ucapnya. Aku mengangguk pelan. Segera aku menarik tangan Karin untuk menuju rak-rak yang berjejer rapi dengan tas-tas yang beraneka model.
Sekilas, Karin menenggok ke arah meja yang berisikan beberapa arloji yang berjejer rapi. Ia tersenyum perlahan. Entah apa yang ia pikirkan, aku tak mengerti.
Aku mendekap Karin dengan erat. Aku merasakan kenyaman dari pelukannya. Aku tersenyum pelan. Ingatanku tentang kejadian yang akan terjadi 4 hari lagi berputar di otakku. Takut. Aku merasa takut kehilangan Karin. Aku menarik napas panjang. Rasanya napasku ini sedikit tercekat.
'Parah! Aku mencintaimu terlalu parah Karin. Aku bahkan merasakan tak bisa bernapas jika tak bersamamu. Napasku adalah dirimu’. Batinku. Karin tersenyum. Aku tersenyum menatap Karin.
"Kenapa kau membawa payung?" tanyanya.
"Kurasa akan hujan," jawabku enteng.
Karin tertawa kecil. Ia segera menyikut lenganku sambil tertawa. Karin mendekapku sesaat. Aku menatap Karin dengan senyum tipis.
"Jangan bercanda Kazune. Memangnya kau tahu hari ini akan hujan?" tanyanya.
Aku tersenyum kecil sambil menatap Karin. "Kau akan tahu nanti."
Aku menatap jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kananku. 'Sebentar lagi,' gumamku. Aku mendongak menatap langit. Awan-awan berwarna abu-abu dan hitam mulai menyatu dan membentak di langit dan menutup langit biru.
Aku segera membuka payung yang kubawa. PUK—payungku terbuka dan menutup tubuhku dan Karin. GLEGAR—hujan deras segera membasahi bumi. Karin menatapku dengan tatapan tak percaya. Ia mendekapku erat.
"Kau ini peramal ya Kazune!" serunya. Aku menatapnya perlahan. Segera aku tertawa puas. Aku segera menarik tubuhnya untuk lebih mendekat padaku.
'Maafkan aku Karin. Aku harus menutupinya. Karena aku tak ingin kejadian itu terulang lagi. Maafkan aku yang terlalu parah mencintaimu. Membiarkanmu pergi jauh dariku membuatku merasa bodoh dan lebih parah daripada mati.'
Aku bergerak melewati seluruh ruangan rumahku. Aku menengadah menatap langit-langit kamarku. Beberapa ornamen yang menempel di dindingku kutatap dengan senyum kecil. Aku menatap foto yang berisikan fotoku dengan Karin.
Aku tersenyum. Segera aku mengusap permukaan foto yang berada dalam bingkai itu. Aku tersenyum pelan menatap foto itu. Foto itu terbungkus oleh figura berwara coklat dengan kaca bening tipis yang menutup permukaan foto. Aku mengamati foto itu.
Foto yang berisikan kenangan manis dengan Karin. Foto itu diambil saat kami sedang jalan-jalan di taman hiburan. Aku segera berdiri dan kembali berjalan. Aku berjalan menuju ke arah tembok yang disana tertempel sebuah kalender. Aku menatap banyak tanggal yang sudah kucoret dengan spidol berwarna merah. Aku mengambil spidol merah yang kuletakan di sakuku dan mencoret angka 18.
Aku menarik napas panjang. 'Masih ada 2 hari lagi,' batinku. Aku mendongak, menatap langit-langit kamarku. Aku berpikir. Mencoba memikirkan suatu hal yang kurasa bodoh. Jika aku mengerti kita akan seperti ini, harusnya aku tidak mencintai Karin. Aku menghela napas panjang.
Segera aku menatap foto yang berada tak jauh dariku. Aku menyentuh permukaan foto yang berisikan gambarku dan Karin. Aku menggeser foto itu perlahan. Di dinding tembok itu ada tulisan dengan spidol hitam yang bertuisan.
Karin menyukai Kazune.
Kazune menyukai Karin.
Kami saling menyukai dan tak akan terpisahkan.
Aku menatap tulisan itu nanar. Aku menarik napas panjang. Segera kuusap dinding itu. Setetes air mataku segera membasahi pipiku. Aku menarik napas panjang. Kuhapus airmataku dengan kasar.
"Jika waktu tak berputar. Kapan aku bisa melupakanmu Karin?"
Aku menarik napas panjang. Baru saja Karin pulang, tapi aku sudah merasakan kesepian. Aku segera masuk ke kamarku. Aku meraih kalender yang semalam kulepas dari dinding. Aku segera meraih spidol merah dan mencoret tanggal hari ini. Tanggal 19 maret 20XX. Aku segera meletakan kalender itu di nakas kecil di samping mejaku.
Aku merebahkan diriku di kasur. Segera aku membenamkan kepalaku di bantal. Aku menarik napas panjang. Aku mebalik tubuhku sejenak, menatap langit-langit kamarku yang gelap karena lampi belum kunyalakan.
"Apa aku orang yang bodoh?" gumamku.
"Apa aku keterlaluan? Aku tahu bahwa aku bodoh. Bodoh meminta waktu berputar kembali dan menjadikan masa depan berubah. Tapi, jangan salahkan aku. Salahkan cintaku yang membuatku tak bisa berpaling darimu," ucapku bermonolog.
Aku menarik napas panjang. Segera aku melepas mantel dan meletakannya di sebuah kursi. Aku segera berjalan keluar.
Aku berjalan kembali dengan tergesa. Entah kenapa. Aku merasakan sesuatu hal buruk akan terjadi. Aku menatap kursi tempatku menaruh mantelku. Iris shappierku membulat melihat Karin memasukan sesuatu ke dalam saku mantelku. Aku segera mempercepat langkahku.
Aku menatap Karin mengambil sesuatu dari saku mantelku. Iris emerald itu menatap lembaran kertas yang sudah lusuh dan membacanya. Sedetik kemudian iris emerald itu shock setelah membaca isi kertas itu. Itu adalah—artikel mengenai kecelakaan Karin. Aku segera datang dan menatap karin memelas.
"Kau mengetahuinya?!" seru Karin.
"Bukan begitu ," ucapku.
"Diamlah Kazune! Benar dugaanku selama ini. Kau menyimpan semua hal ini!" Karin menjerit. Aku berusaha untuk mendekap tubuh itu. Tapi, di tepisnya tanganku. Ia menatapku dengan mata yang berkaca-kaca. Kemudian ia berlari pergi menjauhiku.
'Aku bodoh! Aku hanya ingin kau tahu bahwa pria bodoh hanya tahu dirimu, kau ingin aku melakukan apa? Pria bodoh ini ingin bisa selalu bersamamu. Parah, kurasa aku putus denganmu begitu parah’.
Aku berlari dengan kencang. Sesekali aku menabrak beberapa orang yang sedang berjalan kaki. Aku melirik jam tanganku. Waktunya sudah terlalu mendesak. Kecelakaan mengenaskan itu akan terjadi beberapa menit lagi. Kumohon, kesempatan ini adalah kesempatan terakhirku mengubah kesalahan.
Aku sampai di sekitar jalanan perempatan dimana Karin mengalami kecelakaan. Karin kini tengah berdiri menunggu lampu pejalan kaki berwarna hijau. Ia memakai headset. Sejenak, ia melihat lampu lalu lintas berwarna hijau. PING!—lampu yang awalnya merah kini berubah menjadi hijau. Karin segera berjalan menyeberang.
Aku menoleh kesisi berlawanan dari Karin. Aku melihat mobil, melaju dengan kecepatan tinggi. Aku melihat supir yang menjalankan mobil itu. supir itu ternyata sedang mengantuk.. Aku berlari dengan cepat. Berusaha untuk mencegah kejadian tragis itu agar tak terjadi.
Karin sudah berjalan di tengah jalan. Aku segera berdiri di samping Karin. Mobil itu kini sudah berada di depanku. Aku merentangkan kedua tangaku. Berusaha menjaga Karin agar tak terluka. BRUAK!–BRAK! aku terpental ke belakang beberapa meter. Mobil yang menabrakku berhenti. Kaca depan mobil itu pecah.
Karin menoleh, menatap apa yang terjadi di belakangnya. Segera ia melepas headset dan menatapaku dengan cemas. Ia berlari ke arahku. Mendekap tubuhku yang berlumuran darah dengan tubuhnya. Iris emerald itu berkaca. Bersiap untuk menanggis.
Aku mengenggam tangannya. Perlahan genggaman tanganku mulai melemas. Aku menarik napas tersendat. Rasanya tenggorokanku terkecat untuk berbicara dan bernapas. PLUTAK—sesuatu menggelinding dari genggamanku. Aku memajamkan mataku. Lelah. Aku sudah merasa lelah.
'Bodoh! Kau bodoh! Apa kau merasa sulit mengucapkan kata selamat tinggal? Kenapa lidahku tak bisa bergerak. Kenapa seperti ini? Padahal waktuku sudah habis. Kenapa bibirku membeku? Dan tak bisa mengucapkan sepatah katapun! Kenapa aku ragu? Parah! Kisah cintaku parah!'
Karin menatap sebuah bingkai foto yang berisikan foto Kazune Kujyou. Ia menahan air matanya yang terlalu sering menjatuhi pipinya seharian ini. Ia meringkuk di sebuah kasur mendekap sebuah figura fotonya dengan temannya Kazune. Ia duduk lalu berdiri. Segera ia melangkah mencari tempat dimana tulisan itu berada.
Karin menatap dinding dimana bertengger sebuah figura foto. Ia menggeser foto itu perlahan. Di dinding tembok itu ada tulisan dengan spidol hitam yang bertuisan.
Karin menyukai Kazune.
Kazune menyukai Karin.
Kami saling menyukai dan tak akan terpisahkan.
Karin menanggis. Ia menjambak rambut brunettenya.
"Tampaknya aku merasakan luka yang lebih dalam dari luka hatimu Kazune. Sekarang aku tak bisa menghapusmu dari ingatanku," bisik Karin sambil meraba permukaan dinding yang bertuliskan tulisannya degan Kazune.
Karin merogoh saku bajunya. Ia mengambil sebuah arloji yang menggelinding dari genggaman Kazune saat kecalakaan tragis itu terjadi. Karin meremas arlojinya. Ia berharap sesuatu hal akan terjadi. Tapi, nihil. Tak ada keajaiban yang terjadi. Karin menundukan wajahnya. Guratan kekecewaan terlihat jelas di wajahnya.
“ka...zune..” bisiknya pada angin yang berlalu.
________________________________________
THE END
________________________________________
.
Sabtu, 17 Januari 2015
Langganan:
Posting Komentar
(
Atom
)
Kenapa jdi berbalik T^T
BalasHapusHarus nya ga ada yg mati T^T